Sebelum UTS perdana gue di fresh men year ini, ijinkanlah gue menggalau
sejenak. Apalagi sekarang suasananya lagi kondusif banget. Gue. Sakit. Baru
pulang dari kampus. Belajar sampe frustasi. Nungguin orang sampe frustasi—dan yeah, I didn’t find him. Lalu pulang.
Gowes di bawah mendung. Nyampe kosan dengan bermandikan peluh dan air mata. I’m sick of being like this. Weak. And sad.
Tadi gue juga habis ke DAA,
muter-muter ke GSP, dan dimulailah itu gue ngeliat something I cannot unsee. Lo tau nggak something-you-cannot-unsee itu makanan apaan?
Jadi misalnya, misalnya nih, lo
habis nonton film horror yang setannya ada di pojokan lift. Berhari-hari,
berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau sampe bertahun-tahun pun tiap kali lo
masuk ke dalam lift, maka lo merasa seperti melihat ada setan di pojokan.
Bedanya, my something I cannot unsee itu bukan tentang setan atau segala
bentuk makhluk menyeramkan. Menyeramkan sih, tapi ini cuma kenangan(?) kok. Dan
bukan something, this is things.
Jamak, Bro.
Things I cannot unsee adalah bayangan (?) atau semacam hologram-hologram
yang mengingatkan gue pada satu cerita di suatu masa di sebuah tempat. Singkat
cerita, ini things-I-cannot-unsee ini
adalah produk dari kegagalan move on
-_-
Bayangin aja, how does it feel when…
Lo duduk di teras masjid dan seperti
ngeliat maba-maba bego dengan topi Simmental di kepalanya, lo ngeliat
segerombol cewe yang duduk di bawah pohon dan salah satunya menatap lurus ke
teras masjid dengan mulut berbisik, “Angkatan kita ada yang ganteng lho,
tipe-tipe bankir gitu.” Dan lo pengen ketawa menyadari ketidak-beresan otak si
cewek itu dan lo pengen teriak, “She was
stupid me!”
Lo di gedung H1 dan lo seperti
ngelihat seorang cewe yang berlari-lari kegirangan lalu berteriak, “Finally I got his name!” sambil
mengacungkan tinggi-tinggi kertas dan pulpen.
Lo jalan ke lorong tempat
praktikum kimia dan lo seperti ngeliat seseorang berdiri di deket papan
pengumuman dan nanya, “Eh, namamu siapa?”
Lo duduk di ruang 3, seakan-akan di
depan lo ada cewek yang lagi liat-liatan sama cowo sambil senyum-senyum nggak
jelas dan lo ngeliat si cewe nampar temen di sebelahnya sambil teriak, “He’s just asked my phone number!”
Atau…
Lo di suatu sore yang panas gowes
nerobos gerbang perikanan, dan yang lo lihat adalah cewek dengan jilbab
berantakan yang nungguin seseorang dengan gelisah di depan gerbang itu. Dan
detik itu yang ada di pikiran lo adalah, “It
was me.” Sampai akhirnya lo sadar bahwa cewek itu cuma hologram yang
diciptakan otak lo yang gagal move on
itu.
Lo di suatu siang yang terik
harus ke DAA, lo diboncengin sama temen lo dan lo seakan-akan ngelihat cewek
yang lompatin pager merah deket GSP dan cowok yang ketawa-ketawa renyah
mengiringi langkah si cewek. Lo hanya bisa tersenyum sampai akhirnya lo kembali
sadar bahwa cewek itu cuma hologram yang diciptakan otak lo yang gagal move on
itu.
Lo ngeliat Gelanggang dari DAA,
dan mata lo seakan-akan bisa masuk ke dalem Gelanggang dan ngeliat dua orang di
depan stand aiesec dan satunya bilang, “Temenin aku ke luar negeri” shitty shitty bullshit-nya itu.
Lo ada di DAA, dan lo kembali
melihat couple(?) yang naik motor dan telinga lo seakan mendengar lebih tajam
dari biasanya, tentang cerita-cerita si cowok selama Palapa dan si cewek yang
bilang, “We have to go to the museum,
someday.” Dan saat itu lo seperti ingin meneriakkan ke si cewek, ngasi tau
dia bahwa yang dia maksud ‘someday’
itu nggak akan pernah ada.
Lo habis dari DAA dan pergi ke
bank Mandiri di deket FEB, dan lo seperti melihat dua orang yang gandengan
tangan pas nyebrang jalan dan menyusuri jalanan dari Gelanggang ke GSP, melawan
arus orang-orang yang lagi jogging. Dan lagi-lagi, lo harus tersadar bahwa dua
orang itu hanyalah hologram yang diciptakan otak lo yang gagal move on itu.
Lo mau ke bank Mandiri dan parkir
di depan perpus. Yang lo lihat adalah motor ***** yang terparkir di bawah pohon
dan pas lo ngelewatin perpus, lo ngeliat sekelebat dua orang yang lagi duduk
dan ngobrol-ngobrol di depan pintu perpus. Lo tahu kan itu apa? Itu masih
hologram yang diciptakan otak lo yang gagal move
on.
Lo jalan ke bank Mandiri dan
ngeliat siluet GSP dan..
Damn! Those are the things I cannot unsee. Tiap di gejayan dan
lewat michi-go, ada dua orang yang yang seakan-akan kelihatan di lantai dua and they were us. Tiap di bawah tangga
filsafat dan gue ngeliat dua orang yang saling minjemin kertas folio. Tiap di depan
fotokopian filsafat, yang gue lihat adalah dua orang dan yang satu mencoba
memaksa satunya mengatakan ‘hai’ pada temannya. Tiap di parkiran filsafat gue
ngeliat orang boncengan hanya sejauh lima meter si cowok boncengin sampai ke
tempat si cewek markir. Tiap di depan pos parkiran filsafat, I find you wait for me but it’s just a hologram, isn’t it? Tiap di
jalan sepanjang filsafat, psikologi, FIB, pertamina tower, yang gue liat adalah
seseorang yang barengin gue gowes dengan motor yang sengaja dipelanin. Though it’s not you, but it feels like you.
Di depan kos gue, gue selalu ngerasa ada yang nungguin. Di depan garasi kos gue
kalo pas gue pulang malem, seperti ngeliat dua orang yang lagi stargazing. Pas lagi di kamar dan
ngeliat toples Good Time di situ juga gue ngeliat bungkus-bungkus Good Time
yang berserakan di kamar lo. Atau di kursi panjang burjo yang jadi kursi haram
untuk untuk gue duduki sekarang. Karena ada sesuatu yang panas, bukan
indomie-nya, tapi mata gue.
I’m all fucked up.
Hahaa, sori ya. I’m emotionally writing this with tears,
jadi bahasanya agak-agak gak gelas. I
wish I were better right now :)
0 komentar:
Posting Komentar